Monday, October 14, 2013

Langit, Kau Tahu Jodohku ?

Bismillahirrahmanirrahim. 



Langit, akhir-akhir ini kenapa banyak buku seperti di atas? Mereka serentak, serempak memanas-manasi pasangan-pasangan 'non-halal' + manusia-manusia jomblo. Termasuk aku. Iya aku. :D Dari cerita mereka, bertemu jodoh lalu nikah itu waw sekali. Ibadahnya jalan terus. Apa-apa berjamaah, berdua. Ihiiyyyy...

Hmmm, Kau tahu siapa jodohku, Langit? Tanyakan pada Tuhan, lalu beritahu aku. Ah, jangan. Biar itu jadi rahasiaNya. 

Nikah? Mudahkah? Susahkah? 
Langit, Kau punya jawabannya?

 Oh iya, tadi pagi waktu aku ke Pasar Minggu, aku melihat sesuatu, Langit. Kau tahu kan di sini banyak orang-orang yang datang menghampiri menengadahkan telapak tangannya, meminta rupiah. Mereka ada di mana-mana. Di sepanjang jalan Pasar Minggu. Padahal badan mereka kuat. Mungkin kepala dan hatinya tidak. 

Tapi tidak dengan bapak-ibu tua di tengah simpang pasar tadi. Sepertinya mereka suami istri. Umur mereka sepantaran. Kau tahu apa yang mereka lakukan, Langit? Mereka bernyanyi. Dengan microfon dan tape sangat tua mereka bergantian menyanyikan lagu-lagu yang sering aku dengar di terminal-terminal. Kebanyakan sendu. Ketika aku lewat, kudapati suaminya, ber-dangdut. Istrinya duduk menjagai tape di samping suaminya. Sesudahnya, gantian istrinya berdangdut. Dan di tengah-tengah shownya, tape mereka sesekali berulah, Langit ! Si Bapak dengan sabarnya memukul-mukul tape tuanya, sementara istrinya trus saja menyanyi, dengan musik yang hilang timbul.  Aku hampir saja menangis melihat mereka. Aku kasihan. Tapi lebih kukasihani diriku sendiri. Di usia senja nya mereka tak lelah berusaha. Sementara aku?? Keluhan tak jarang mematahkan semangatku.

Langit, lebih dari itu, aku kagum pada mereka. Tetap setia menerima satu sama lain. Tetap bersama-sama berusaha, meskipun susah. Apa jadinya, kalau istri lelah mendampingi suami ketika susah datang menghampiri? Apa jadinya suami ketika tak ada dukungan dari istri? Apa jadinya ketika di tengah-tengah, salah satu ingin pergi mencari jalan lain, sedangkan sebelumnya mereka sudah berjanji di hadapanNya, akan selalu melangkah bersama? 
Sampai malam ini, aku percaya bapak-ibu tadi sepasang suami istri. Karena sesuatu yang sampai di kepalaku setelah melihat mereka. 

Tentang jodoh, suami, istri. Aku percaya padaNya, Langit. Aku disuruhNya belajar dulu. Belajar banyak hal. Dan mungkin jodohku juga sedang melakukan hal yang sama kan Langit? 

 


Aku janji, Langit ! :)

Bismillahirrahmanirrahim.

Langit, kau sedang apa di atas sana? 
Kau melihatku bukan? Terima kasih. 

Langit, kau tahu kan aku sekarang tinggal di mana? Aku sedang jauh dari rumahku. Di sini bukan rumahku. Aku sedang bertamu. Bukan. Bukan hanya bertamu. Aku sedang menumpang di rumah orang. Untuk waktu yang mungkin tak sebentar. 

Kau tahu, rumah mereka nyaman, Langit ! Udara nya, pohon-pohon gagahnya, sejuknya.  Mereka pintar merawat rumah mereka ini. Ia indah, terjaga, bersih, nyaman.  Aku suka dengan rumah mereka. Tapi, aku tetap cinta laut, gunung dan kau langitku di rumah ku yang jauh di sana :)

Aku juga suka diam menatapmu dari bawah sini, dari rumah mereka, Langit :)  Biasanya aku bermain-main dengan mereka. Di rumah mereka ini. Mereka baik. Mereka yang kutemui sampai saat ini. Mereka pintar menjamu tamu. Menyamankan. 

Kau tahu, Langit ! Aku bersyukur. Bisa jadi bagian keciiil dari rumah mereka. Aku janji. Selama di sini, aku akan selalu jadi 'anak manis'. Jadi tamu yang baik. Tamu yang tak mengganggu. 

Bantu aku, Langit ! :) 



Dua bulan dua hari ada di bawah langit Malang. :)

Wednesday, October 02, 2013

Langit, Dengarkan Aku...

Bismillahirrahmanirrahim.

Langit, aku ingin bercerita. Tolong sisihkan sedikit waktuMu untuk mendengarnya. 

Aku terlalu sering masuk dalam-dalam ke masa yang pernah kusinggahi, bermain-main di sana, mengingat satu-satu senyum mereka, lalu aku nyaman dan tak mau pergi. Aku bisa berlama-lama di sana, hingga aku lelah lalu tertidur dengan rindu yang semakin meninggi. Tentang mereka, aku selalu begini. 

Apalagi sekarang, ketika aku hanya bisa melihat Kau, Langit yang sama yang mereka lihat di sana. Aku tak bisa mencicipi rasa yang mereka punya. Tak bisa ada di tengah-tengah mereka. Mereka yang diberi keturunan, pekerjaan, bahkan juga mereka yang kehilangan orang tercintanya. Untuk yang terakhir, aku betul-betul ingin ada di sana :(

Iya, tak ada beda nya semuanya meski aku tak di sana. Tapi Langit, Kau tahu kan apa yang kurasakan? 



Terima kasih sudah mendengarku, Langit.
 Mungkin lama-lama aku akan terbiasa.