Sunday, January 29, 2012

Forgive me when I whine ...

            Pagi itu, sendiri aku menjalani hari yang kuharap berbeda dengan hari-hari kemarin. Aku mulai bosan dengan rutinitasku sebagai salah seorang karyawan di perusahaan swasta. Maka ku putuskan di hari libur ini untuk ‘jalan-jalan’, mencari sesuatu yang beda. Bismillah, kulangkahkan kakiku menunggu bus dalam kota yang akan membawaku hari ini. Tak lama, bus yang ku tunggu datang. Di dalam bus yang nyaman itu hanya seorang Bapak yang kira-kira berumur 40-an  dan seorang Bapak paruh baya dengan gadis kecil yang sepertinya berumur 7 tahun, kupikir anak itu adalah cucunya, ya hanya mereka bertiga.  Aku memilih tempat duduk kosong dekat pintu belakang bus ini.



Mataku langsung tertuju kepada satu-satunya anak manis dalam bus, yang kebetulan  duduk  beberapa kursi di depanku. Kepalanya  yang dibelai lembut oleh sang kakek, juga  terarah ke tempatku duduk. Rambutnya sebahu , berponi. Kuamati dia dari kejauhan. Hey, dia tersenyum, sangat manis. Ada binar di matanya, yang sepertinya berkata “ Haai, kaak, saya bahaagiaa”. Aku menikmati mata itu, senyum itu. Sungguh beruntung seseorang yang menjadi kakaknya, pikirku. Aku taaakk punyaa adiiik, itulah yang mendasari pikiranku. Tiba-tiba bus berhenti. Ku lihat Bapak tua di samping gadis kecil itu berdiri, sepertinya mereka  berdua akan turun. Yaaah,, senyum itu hanya sampai di sini. Aku sedikit kecewa, karena hanya diberi waktu sebentar untuk bertemu dengan gadis itu. Hati-hati si Bapak tua membantu gadis kecilnya berdiri, menggenggam lengan kanan anak manis itu dengan tangan kirinya, lalu tangan kanannya mengambil sesuatu dari samping kursi dan menyerahkannya kepada si anak manis itu. Ya ALLAH, sebuah tongkat besi penyangga. Kulihat tongkat itu menopang sebelah kanan badannya. Gadis itu sepertinya kehilangan kaki kirinya. Pelan-pelan ia berjalan dituntun oleh kakeknya. Dan senyum itu tetap ada. Tak ada rasa sedih, risih, ataupun malu. Mataku terus mengikuti kepergiannya. Hingga ketika ia akan melangkah turun dari bus, ia menengok dan lagi-lagi tersenyum kepadaku. Hampir ku lupa membalas senyum tulus nya. Cepat ku tersenyum kepadanya dan kakeknya, secepat pintu bus yang tertutup otomatis menutup perjumpaanku dengan ‘malaikat’ kecil yang meninggalkan bulir bening di kedua mataku.


Ya Allah, maafkan aku. Maafkan aku yang terlalu banyak mengeluh ketika pikiran+tubuh ini lelah menghadapi semuanya. Aku masih mempunyai 2 kaki. Aku masih bisa berjalan, bahkan berlari.


Bus pun juga berhenti , ‘menyuruhku’ turun untuk kemudian melanjutkan perjalananku hari ini. Pasar  yang bangunannya rapat, padat dengan penjual+pembeli yang saling barter barang+uang menjadi tempat yang juga akan mengisi hari ku. Aku pun berjalan sebentar, Kulihat sekelompok anak se-umuran gadis kecil ‘ku’ td sedang asik bermain. Mereka tertawa, saling melempar bola lalu kemudian berteriak saling mengejar lalu tertawa kembali. Indahnya dunia kalian , anak-anak. Tapi, kulihat ada seorang anak laki-laki yang hanya diam duduk, melihat anak yang lain asik bermain, lalu kemudian tertunduk dengan kedua telapak tangan menopang dagunya. Dia sepertinya tak tau apa yang akan dia lakukan. Ah, Aku penasaran, berhenti, dan aku berjalan ke arahnya.
            “ Adik, kenapa kamu tak ikut bermain dengan teman-teman kamu?” tanyaku pelan sambil  menunduk, melihat ke arahnya.
            Dia hanya mengelengkan kepalanya pelan. Tak ada kata untuk menjawab pertanyaanku. Kulihat wajah murungnya. Oh, mungkin dia sakit, atau mungkin juga dia lagi dimusuhi oleh teman-temannya. Ya, Khas anak-anak ketika bermain, akan ada ‘musuh memusuhi’.
            Lalu tiba-tiba dia mengangkat tangannya, memegang  kedua telinganya, dan mengayunkan telapak tangannya ke kiri dan kanan. Ya Allah, dia tak bisa mendengar.  Ingin ku rangkul dan kupeluk bocah kecil ini. Ingin ku ajak dia bermain, seperti anak-anak lainnya. Ingin ku hadiahkan indahnya alunan tawa, lagu, juga melodi hidup ini. Tapi  apa , yang kulakukan hanya berlari kecil meninggalkan tempat itu. Aku tak tahan menahan bulir2 di mataku. Syukurlah, tak jauh dari tempatku berdiri, ada sebuah taksi. Ya, aku pulang.

Dengan sepenuh hati, aku berwudhu dengan bayangan anak2 tadi di kepalaku. Adzan dhuhurpun berkumandang. Aku menghadap Allah, menyerahkan seluruh ragaku kepadaNYA. Di ujung shalatku, aku mengutuk diriku sendiri.
            Ya Allah, manusia seperti apakah aku ini? Aku masih punya kedua kaki, aku bisa melangkah, bahkan berlari. Tapi apa, kadang aku membawa mereka ke tempat yang salah, aku memaksa mereka mengejar ‘setan’ yang terlalu kuat untuk aku kalahkan. Atau bahkan aku malas,aku tak tergerak sedikitpun untuk membawa mereka mengantarku untuk menghadapMU, mencari cintaMU. Aku juga mengeluh ketika kaki ini lelah, padahal mereka hanya kupakai untuk mengikuti kemauanku menggapai dunia yang suatu saat akan hilang.  Aku bahkan merengek, meminta kendaraan, sementara banyak saudara-saudaraku yang hanya ingin bisa berjalan dengan kedua kaki dariMu. Maafkan ketika aku mengeluh , ya Allah...
            Aku juga masih mempunyai dua mata, yang bisa melihat tiap sisi indahnya lukisan-MU, membaca firman-firmanMu, serta hadist-hadist RasulMU, menikmati  senyum terindah orang-orang yang aku sayangi. Tapi apa, aku sering mengeluh, ketika apa yang kulihat tak seperti keinginanku, kemauanku. Aku sering merengek padaMu, meminta lebih tanpa mensyukuri indahnya sinar matahari,senja, dan pelangi yang selalu menghiasi hariku. Ya Allah, Maafkan aku ketika aku mengeluh...
            Telinga. Dari mereka aku bisa mendengarkan panggilan MU, ayat-ayatMu, dan suara indah alam ciptaanMU. Dari mereka pula aku tau bagaimana merdunya suara ayah, ibu dan semua orang-orang yang aku sayangi memanggil namaku. Meskipun kadang aku berpura-pura tak mendengar ketika aku lagi tak ingin diganggu siapapun. Ya Allah, begitu banyak nikmat yang sering tak ku syukuri. Kaki, mata, telinga, mulut, tangan dan masih banyak nikmat lain yang Kau berikan namun tak jarang ku abaikan. Maafkan,, maafkan aku ketika aku sering mengeluh. Ketika aku tak jarang tak bersyukur dengan semua nikmatMU.
            Aku yang selalu meminta lebih, meminta yang aku tak punya, yang aku inginkan, sementara Kau sudah memberiku lebih dari yang aku butuhkan. Dan aku buta ,hatiku yang buta, tak menyadarinya. Ingatkan aku untuk selalu bersyukur, berbagi, dan mencari apa yang aku butuhkan, ya Allah...
            Terima kasih untuk ‘malaikat-malaikat’ kecil yang aku temui di perjalanan tadi. Mereka yang Kau ‘suruh’ membuka mata hatiku yang telah lama buta. Mereka yang mengingatkan aku tentang arti memiliki , membutuhkan, dan bersyukur. Mereka yang atas ijinMu kelak , akan menjadi manusia dan hamba-hamba Mu yang terpilih. Aamiin.
            Fabiayyi aalaai robbikumaa tukadzziba, Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? (Q.S. Ar-Rahman (55) : 16) . Maha Benar Engkau dengan segala firman Mu, ya Rabb.
            Terima kasih ya Allah. Maafkan aku ketika aku mengeluh....                                   







*Bismillah, maaf, tak ada maksud untuk menyinggung penyakit fisik atau apapun. Kita semua adalah ciptaan Allah. Manusia yang mempunyai kesempurnaannya masing-masing. Semoga catatan kecil ini bermanfaat. Terinspirasi dari kumpulan syair ‘forgive me’ oleh Ahmed Bukhatir. Wassalam.

2 comments:

  1. uhm, berarti sebelum mengeluh kita mesti lihat kanan kiri, ada juga yang lebih tidak beruntung dr kita

    ReplyDelete
  2. iya,,
    makasih buat knjungannya :)
    slm knal y,, :)

    ReplyDelete