Sore itu, ketika waktu telah menunjukkan 49 menit lewat dari pukul 4 sore, tetapi matahari masih saja bersinar dengan gagahnya. Di sebuah pusat perbelanjaan,
“ Huaaaa,, masih silau euyy ! Tunda dulu pulangnya ya !” keluh seorang mahasiswi manis berjilbab hijau kepada 3 orang temannya yang semuanya juga berjilbab.
“ Yup! Setuju ! leherku juga kekeringan gara-gara nyanyi tadi, butuh diisi sesuatu yang menyegaarrrkaaann ! “ sahut si jilbab biru.
“ Okelah ! Demi kalian ! “ kata Rahma, jilbab merah ! Diikuti kening yang terangkat oleh si jilbab ungu.
Berempat mereka memasuki restoran cepat saji Om jenggot. 3 minuman beraroma kopi dan 1 ice cream tersaji dengan cepat di atas meja. Waktu itu, tak terlalu banyak pengunjung. Mereka memilih tempat duduk di dekat pintu masuk restoran.
“ Coba kalo tadi kita maen dulu, nyanyi , baru dehh makaannn , kan ga 2 kali kita ke sini !” Amel , si jilbab ungu, tiba-tiba bersuara ketika ketiga temannya asik menghilangkan dahaga.
“ Weiitss, yang ada , udah pingsan duluan akuu, neeenggg, ! balas Iyya ,si jilbab hijau dengan agak sedikit tersedak.
Kedua perempuan berjilbab lainnya hanya tertawa. Seadanya. Mereka sibuk dengan hp di tangan masing-masing. Sepertinya mereka berempat bersahabat. Mereka seumuran, yah kira-kira 20 an. Dan khas anak jaman sekarang yang lebih memilih untuk tidak langsung pulang ke rumah menggambarkan kalau mereka berasal dari keluarga yang berkecukupan. Makan, maen, dan menyanyi , yang semuanya pakai uang.
Picture from here
Tak jauh dari pintu masuk restoran, seorang anak laki-laki bercelana pendek merah, kaos abu-abu, dan tas di punggungnya terlihat berjalan pelan dengan wajah dan kedua telapak tangan hampir rapat di dinding kaca restoran. Ia melihat ke dalam restoran dengan wajah lusuh. Ia menghentikan langkahnya sangat dekat dari pintu masuk restoran. Ia tak sadar kalo salah satu dari perempuan-perempuan tadi mengamati dirinya.
“ Dek, kamu mau ngapain? Mau makan?” tanya Amel tiba-tiba kepada anak yang kira-kira berusia 10 tahun itu.
Hanya dijawab oleh gelengan kepala dari anak itu.
“ Trus, mau ngapain? Minum ya?” Iyya yang penasaran juga bertanya kepada anak itu.
Lagi-lagi hanya gelengan kepala yang mereka dapatkan.
“ Kalo begitu, Ice cream mau?? “ tanya Rahma, sambil mengarahkan ice creamnya ke depan, ke arah anak itu.
Kali ini, anggukan kepala lemah dari anak itu.
Akhirnyaaa, Serempak keempat perempuan ini tertawa pelan. Seperti bisa saling membaca pikiran masing-masing.
“ Sini, dek! Duduk sini ! “ Panggil Tiwy, si jilbab biru yang dari tadi sibuk sendiri dengan hpnya. Anak itu pun melangkah pelan mendekati tempat duduk mereka.
“Kamu mau ice creaam kan?” Amel bertanya pelan ke anak itu.
Khas anak kecil yang malu-malu. Ia hanya menganggukkan kepalanya.
“ Kalo begitu, kakak pesan dulu ya, kamu tunggu sini sama kakak-kakak ini” Sambil senyum, Amel melangkah menuju kasir. Di lihatnya, teman-temannya mewawancarai anak itu dan mereka tertawa bersama. Bukan Cuma ice cream, rupanya Amel juga memesan seporsi nasi ayam untuk di bawa pulang oleh anak itu.
Picture from here
Dari hasil wawancara, anak itu bernama Ahmad. Kelas 3 SD, yang pulang sekolah jam 11,jalan kaki untuk maen ke Mall, bersama teman-temannya dengan berbekal uang 2000 rupiah untuk main ‘tembak-tembak’. Itu pun hanya sekali main. Kalo game over, ya sudah, selesai.
“ Trus, teman-teman kamu kemana?” Tanya Amel sambil memberikan ice cream .
“ Mereka udah pulang duluan “
“ Ya udah , kamu habiskan dulu ice creamnya, trus kamu pulang ke rumah, udah sore, nanti kamu dicariin orang rumah” Kata Iyya.
Ada rasa iba terlihat dari ke-empat pasang mata yang melihat Ahmad lahap dengan ice cream di tangannya. Melihat wajah Ahmad yang lusuh, tas di punggungnya yang agak sobek, begitu juga sepatunya. Dan mengingat kalau Ahmad hanya mempunyai uang 2000 rupiah yang hanya cukup untuk membayar uang parkir 2 motor mereka. Sesekali mereka bercanda dengan Ahmad, dan kemudian saling menatap seakan-akan mereka mendapat pelajaran untuk saling mengingatkan satu sama lain. Pelajaran tentang rasa syukur yang kadang mereka lupa dan mengakibatkan terlalu banyak keluhan yang tak penting yang keluar dari lisan mereka.
Ice cream Ahmad hampir habis. Cup nya hampir bersih. Dan sepertinya Ia ingin pamit pulang.
“ Wahh, ice creamnya habiiiss!! Kamu udah mau pulang ya dek?” tanya Amel
“ Iaa “ jawabnya singkat malu-malu.
“ Ya udah, hati-hati ya pulangnya ! Nasi nya masukkin dalam tas aja !” Kata Tiwy sambil membantu memasukkan kotak nasi dalam plastik ke tas Ahmad.
Anak itu pulang dengan senyum tanpa ucapan terima kasih. Tak masalah bagi mereka ber empat. Pelajaran yang mereka dapatkan lebih dari sekedar dua kata itu. Mereka pun lanjut bercerita sebentar lalu tak lama meninggalkan restoran Om jenggot yang telah memberikan mereka tambahan pelajaran sebelum maghrib tiba.
30 menit kemudian di sebuah rumah kecil, sekitar 2 km dari Mall tadi.
“ Kamu dapat darimana ini?” Tanya seorang yang sepertinya berusia 50 tahun-an kepada seorang anak yang baru saja mengeluarkan kotak nasi bergambar yang terbungkus plastik transparan. Pria ini sepertinya akan marah besar karena anak SD yang baru pulang ketika adzan maghrib hampir berkumandang.
“ mmm..mm,,, Saya dikasih, pak. Ada Kakak-kakak di mall td yang beli untuk saya” katanya agak ketakutan.
“Alaaahhh,, kamu habis mencuri uang teman kamuuu yaa?” tanya Bapak itu dengan intonasi yang semakin meninggii.
“ Tidakk, pak. Saya tadi hanya berjalan dekat restoran, lalu, saya dibelikan oleh kakak itu” jawab anak itu dengan raut wajah ketakutan.
“ Ooooohhhhhhh, pasti kamu habis pasang muka mengiba kepada merekaa, kakak-kakak yang kau bilang itu. Makanya mereka kasihan melihatmu, lalu mereka membelikan nasi ini . Iyaaa kaaannn?”
Anak itu, hanya diam. Takut.
“ Bapak tidak suka perbuatan kamu. Kamu jadi seperti pengemis di mata mereka, nak ! Makanya kamu dikasih ini! “ Kata bapak itu sambil memegang nasi ayam yang masih terbungkus. Jauh di dalam hati Bapak ini, Ia sedih membayangkan bagaimana ketika kakak-kakak yang diceritakan anaknya itu iba melihat anaknya, hingga mereka membelikan nasi ayam itu. Ia memang tak pernah membawa anaknya makan di restoran, tapi tak pernah Ia membuat anak dan istrinya kelaparan dan tak makan seharipun. Ia ingin menceritakan perasaannya kini kepada anaknya, tapi ia tak bisa. Tak sanggup.
“ Tak usah dimakan ! Kasih saja ke Ogo! Dan kamu jangan pernah main ke mall lagi!! “ Kata Bapak itu tegas. Ogo adalah orang tak waras yang tinggal tak jauh dari rumah mereka. Dan anak itu pun mau tak mau mengikuti perintah Bapaknya, meskipun ia sangat ingin mencicipi ayam goreng tepung lezat yang ia lihat fotonya di restoran tadi. Tapi rasa takut pada Bapaknya mengalahkan keinginannya itu. Pelan ia berjalan keluar rumah dengan bungkusan di tangannya. Ke tempat Ogo, tentunya. Dari dapur, ibu nya hanya diam melihat iba kepada anak semata wayangnya itu. Ahmad.
Dan di rumah masing-masing, keempat perempuan berjilbab tadi tertawa berkumpul bersama keluarga mereka tanpa tahu kalau niat baik mereka kali ini tak berakibat baik.
Palu, Maret 2012
Semuanya berawal dari niat.
ReplyDeletekalau ke 4 gadis berjilbab itu memang tulus membantu, insyallah berkah.
Entahlah, saya juga bingung menanggapi sikap bapaknya.
Ataukah memang situasinya yang tidak ramah?
ahh... cerita yang menohok.
waahhh,,makasih sudah baca :)
ReplyDeleteiya, aamiin ...
mmm, saya juga bingung, mungkinkh tentang perasaan seorang bapak, yang kadang hanya ibu dari anak (anak) nya lah yang bisa mengerti ... :)
kong, ogo makan???
ReplyDeletehahahaaa,, te tauu jugaa leh, barangkali nda mau juga diaaa ....
ReplyDeleteAku suka tokoh si bapak :)
ReplyDelete