Siang
ini mungkin sama seperti siang kemarin, 2 hari lalu, seminggu, sebulan, ah..
Masih
sama. Langit di atas sana tak berganti warna, pohon-pohon itu masih setia
bertatap-tatapan, anak-anak kecil yang berlari-larian di lorong itu masih
berpikir bahwa bermain dan kabur dari suruhan tidur mama nya siang terik
seperti ini adalah kemenangan yang sempurna. Ya. Sama.
Pun
begitu denganku. Sama dan setia menari-narikan cerita yang sama berulang-ulang.
Cerita yang tak kutemui ujungnya. Sampai kini.
Terpaksa
ku putar memori itu, kelabu. Mencari-cari
slide yang bisa dan tak boleh teringat. Ah, aku benci rasa tak nyaman seperti
ini. Karena tangis akan begitu mudah menghampiri.
Kau
tahu, sampai sekarang aku tak mengerti. Tentangmu, tentang hati, tentang diri.
Padahal dulu, aku yang terbaik dalam memahami, itu kata mu. “kadang kau seperti
mama, tak perlu kata, kau tau apa yang sedang kurasakan”. Lalu aku akan
memperlihatkan deretan gigi kecilku, “ traktir aku es krim, ya”
Aku
yang tak dihadiahiNya saudara dari rahim yang sama, tapi aku tahu rasanya
memainkan peran sebagai adik yang merengek minta ini itu, bertanya semua hal,
tertawa lalu tiba-tiba menangis di depanmu. Juga kadang aku lah kakak yang akan
cerewet menceramahimu kalau aku tak suka melihatmu diremehkan, tapi kau hanya
akan tersenyum, mukaku bertambah sekian banyak jeleknya kalau lagi marah,
katamu. PadaNya , aku selalu bersyukur memilikimu.
Memainkan
warna-warna, mencipta kisah, memanggil marah, lalu mengusirnya seketika, mendebat
segalanya tapi hanya berujung tawa. Kita.
Hidupku nyaris sempurna. Kau selalu ada. Dengan nyaman yang selalu kau
bawa.
Mereka
kira kita sepasang merpati, hahaaa. Kita selalu menertawai pikiran mereka. Tak
pakai rasa, kau dan aku mengalir begitu saja. Mungkin mereka tak percaya, ya
sudahlah, hati kita yang tahu semua. Kita terus berjalan, saling menjaga dalam
ramai tanya.
Dan
rupanya aku terlupa kalau segala sesuatu selalu ber-masa, ber-waktu. Tak teringat
kalau kehilangan juga bisa singgah menyapaku. Menghapus bahagia, membunuh
nyaman dalam singkat jeda. Memaksaku untuk lupa bagaimana meminjam raga mu
untuk melengkapi ceritaku.
Ada
yang menusuk di hati, ketika aku tersadar bahwa kau tak lagi di sini, menemani
detikku, jarakku, menjadi lawan bicaraku tentang semua yang orang-orang tak
pernah mengerti. Kau pergi ketika semuanya masih baik-baik saja.
Kita
salah, kita keliru. Kita mengaburkan apa yang semestinya, semua ada batasnya.
Allah SWT dan Rasul kita sudah mengatur segalanya. Itu alasanmu. Bahwa
seharusnya tak ada hubungan apa-apa antara dua manusia, kita berbeda.
“Kelak,
ketika kau memang untukku, dan aku juga begitu. Kita akan melanjutkan
skenarioNya. Anggap ini jeda untuk janjiNya yang terlalu indah. Doakan saja.
Aku juga sama.”
Aku
tak tahu apa. Aku tak tahu. Mungkin aku hanya belum siap. Meski aku mengerti.
1
tahun setelah kau pergi, kau tetap di sana, tak menoleh, tak kembali. Seperti
kata-katamu. Semestinya aku bahagia, kau menjadi lebih baik segalanya. Kau
mendapat hidayahNya.
from here
Aku
tahu, ini cara mu menjaga ku, kau membuatku juga menjagamu. Kita tetap saling
menjaga, karena Allah SWT, hingga DIA lah yang akan membuat cerita baru untuk
kita. Lebih indah dari cerita lalu. Atau
mungkin untuk kau , untuk aku , bukan kita.
“Kamu
(umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia karena kamu
menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada
Allah,,,,”
(Ali Imran: 110)
untuk aku..bukan untuk kita...kata yang sarat makna...i like it :)
ReplyDelete:) thank u...
DeleteAku tahu, ini cara mu menjaga ku, kau membuatku juga menjagamu. Kita tetap saling menjaga, karena Allah SWT, hingga DIA lah yang akan membuat cerita baru untuk kita. Lebih indah dari cerita lalu.
ReplyDeleteStay strong ^^
^^ thanks for visitin' my blog :)
Deleteyup, must b strong, selalu !
subhanAllah. sling menjga karena Allah...
ReplyDelete:) mestinya begitu kan dok?
Deletewahhh keren nich artikelnya!
ReplyDeletebukan diriku, dirimu atau dirinya lah ya..hehe
ReplyDelete